Tadi malam pukul 19.00 WIB saya kedatangan
seorang nenek berumur 60 an tahun dengan keluhan kesemutan di tangan dan kaki
tangan, dari pemeriksaan yang saya lakukan ternyata selain ada kesemutan tangan
dan kaki kanannya sedikit mengalami kelemahan dibanding tangan kiri. Tekanan
darahnya pun tinggi menjadi 180/100 mmHg. Nenek ini memang memiliki riwayat
darah tinggi dan kontrol tidak teratur. Kejadian ini dialami tiba-tiba pada
waktu magrib tadi. Saya pun mengarahkan diagnosis kondisi ini sebagai stroke
dan menyarankan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Untunglah keluarga setuju
untuk dirawat.
Kisah diatas banyak dijumpai di masyarakat.
Stroke seringkali baru dipikirkan ketika sudah terjadi serangan. Tindakan
pencegahan sering diabaikan karena tidak merasa penting ataupun cuek terhadap
stroke. Baru setelah ada anggota keluarga mengalami kelumpuhan akibat stroke
keluarga baru berpikir bahayanya stroke.
Bahkan sebagian penderita baru datang
beberapa hari kemudian untuk mendapatkan pertolongan. Mereka datang dengan
tangan dan kaki yang sudah tidak dapat digerakkan. Sebagian lagi dalam kondisi
yang tidak sadar dan lebih parah lagi dengan pernapasan yang terganggu.
Sehingga tidak heran stroke menjadi pembunuh no 3 di dunia, di Indonesia bahkan
stroke dari beberapa penelitian menjadi pembunuh no 1.
Ketika stroke terlanjur menyerang, beberapa
penderitanya cukup dilakukan pertolongan dengan pemberian obat-obatan dan
pemberian oksigen. Tetapi sebagian lagi yang mengalami perdarahan di kepala
harus dilakukan tindakan untuk mengeluarkan dan menghentikan perdaharahan
tersebut. Keluarga yang awam medis dan tidak tega ketika harus dilakukan
operasi sering menjadi penghambat untuk dilakukan tindakan segera. Secara
psikologis pun mereka tidak siap untuk mengambil keputusan tentang tindakan
yang harus segera dilakukan. Padahal keraguan , ketidaksiapan, dan ketakukan
ini malah memperburuk kondisi penderita stroke. Perdarahan yang ada semakin
berkembang, otak pun semakin lapar dan miskin karena tidak dapat oksigen yang
cukup. Kondisi yang fatal pun seringkali terjadi.
Ketika stroke terlanjur menyerang, beberapa
penderitanya berhasil selamat melalui serangan ini, tetapi kualitas hidupnya
menurun. Kondisi yang paling sering adalah kelemahan anggota gerak, mulai dari
yang paling ringan rasa baal dan kesemutan sampai kelumpuhan total. Saya rasa
kita pernah berjumpa dengan mereka. Berjalan dengan kaki diseret dan tangan yang tidak berfungsi
maksimal. Sebagian bahkan harus duduk di kursi roda. Untuk keperluan
sehari-hari pun harus memerlukan bantuan orang lain. Selain produktifitas
menurun, peran dan tanggung jawab di masyarakat juga berkurang. Pergaulan
menjadi terbatas dan akhirnya kondisi psikis dan daya juang berkurang.
Ketika stroke terlanjur menyerang, sebagian
datang ke rumah sakit dalam kondisi keparahan tingkat akhir. Karena itu jiwanya
tidak tertolong lagi. Padahal banyak yang masih berusia produktif, berperan
sebagai suami, kepala rumah tangga yang harus mencarai nafkah untuk pendidikan
anaknya. Sejumlah tokoh mengalami itu, Almarhum Ahmad Ni’am Salim, Duta Besar RI untuk Aljazair meninggal pada
September 2014. Bahkan teman sejawat saya seorang dokter spesialis anak
meninggal pada usia 34 tahun karena serangan stroke. Cerita lain seorang dokter
seangkatan saya yang harus kehilangang suaminya pada usaia 30 an tahun karena
stroke juga. Gayatri, remaja cerdas dari Ambon harus meninggalkan kita dalam
usia yang sangat muda akibat stroke. Bahkan bayi baru lahir pun banyak yang
mengalami perdarahan spontan yang mengancam nyawanya.
Ketika stroke terlanjur menyerang, anda
harus segera mengenali gejala stroke tersebut dan mencari pertolongan terbaik
untuk penderitanya sehingga nyawanya dapat diselamatkan dan gejala sisa stroke
yang terjadi hanya seringan mungkin. Untuk itu dalam bab selanjutnya anda akan
dapat menemukan gejala awal stroke yang penting untuk diketahui dan langkah
langkah yang harus segera dilakukan.